
Whokilledtheinternet.com: Satire Teknologi atau Kritik Serius Terhadap Era Digital?
Free
Description
Whokilledtheinternet.com: Satire Teknologi atau Kritik Serius Terhadap Era Digital?
Di tengah gempuran informasi dan transformasi digital yang serba cepat, muncul sebuah situs unik yang memancing rasa penasaran banyak orang: https://whokilledtheinternet.com/. Situs ini tampil sederhana—latar hitam pekat dengan tulisan putih besar bertanya, “Who killed the internet?” Lalu muncul daftar pelaku fiktif: algoritma, perusahaan teknologi besar, bahkan pengguna internet sendiri.
Apakah situs ini sekadar iseng? Atau ada makna lebih dalam di balik desain minimalis dan pertanyaan provokatifnya?
Satire dalam Dunia Digital
Whokilledtheinternet.com bisa dilihat sebagai bentuk satire modern, sebuah sindiran terhadap kondisi internet saat ini yang dianggap “mati” dalam pengertian etis, filosofis, atau kultural. Situs ini tidak menjual produk, tidak memiliki iklan, dan tidak mengarahkan pengunjung ke halaman lain. Ini menonjolkan kesan bahwa pesan utama bukanlah untuk mencari jawaban pasti, melainkan mengajak pengunjung merenung.
Satire digital seperti ini bukan hal baru. Banyak seniman, aktivis, dan desainer telah menggunakan medium internet untuk menyuarakan kritik terhadap penyalahgunaan data, ketergantungan terhadap media sosial, dan kekuatan tak terkendali dari perusahaan teknologi. Namun, pendekatan whokilledtheinternet.com justru lebih efektif karena kesederhanaannya—pengguna langsung dihadapkan pada pertanyaan eksistensial tentang keadaan internet saat ini.
Siapa yang “Membunuh” Internet?
Pertanyaan besar yang diajukan situs ini sebenarnya tidak mengarah pada satu jawaban tunggal. Namun, ada beberapa “tersangka” utama yang sering disebut dalam diskusi publik dan akademik:
-
Platform Besar (Big Tech)
Perusahaan seperti Google, Meta, Amazon, dan TikTok telah menguasai sebagian besar lalu lintas internet. Mereka menentukan apa yang kita lihat, bagaimana kita berinteraksi, dan bahkan bagaimana kita berpikir. Banyak kritik menyebutkan bahwa sentralisasi kekuasaan inilah yang “membunuh” semangat awal internet yang bebas dan terbuka. -
Algoritma dan Filter Bubble
Algoritma yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan sering kali menciptakan gelembung informasi yang memperkuat bias pengguna. Akibatnya, internet bukan lagi tempat untuk eksplorasi, melainkan ruang gema yang memperkuat pandangan yang sudah ada. -
Pengguna Itu Sendiri
Kita sebagai pengguna juga punya andil. Budaya klik cepat, penyebaran hoaks, dan ketergantungan terhadap validasi sosial turut membentuk wajah internet modern yang jauh dari idealisme awalnya. -
Monetisasi Berlebihan
Internet kini dipenuhi dengan iklan, pelacakan data, dan optimasi untuk keuntungan finansial. Banyak situs yang dulunya menawarkan konten berkualitas kini hanya berfokus pada trafik dan konversi.
Sebuah Kritik Tanpa Kata
Whokilledtheinternet.com tidak memberikan jawaban eksplisit, dan justru di situlah letak kekuatannya. Ia membiarkan pengguna merasakan kehampaan, kebingungan, dan sedikit rasa bersalah. Ini seperti “monumen digital” bagi kematian idealisme internet—tanpa grafis rumit, tanpa efek suara, hanya satu pertanyaan yang menantang.
Situs ini juga menjadi pengingat bahwa kritik terhadap teknologi tidak selalu harus lewat artikel panjang, penelitian mendalam, atau demonstrasi besar-besaran. Kadang, sebuah situs sederhana dengan satu kalimat bisa meninggalkan dampak yang lebih kuat dan mendalam.
Kesimpulan: Satire yang Menyentuh Realita
Whokilledtheinternet.com bisa dikategorikan sebagai satire teknologi, namun bukan dalam arti lucu atau mengejek. Ini lebih menyerupai bentuk seni digital yang menyentuh, mengganggu, dan menggugah kesadaran. Di balik tampilannya yang minimalis, situs ini menyampaikan pesan kuat tentang bagaimana kita sebagai individu dan masyarakat telah membentuk, merusak, atau bahkan membunuh jiwa internet yang dulu dibangun atas dasar kebebasan, keterbukaan, dan kolaborasi.
General Enquiries
There are no enquiries yet.
Reviews
There are no reviews yet.